Contoh Cerpen Persahabatan Beserta Unsur Intrinsiknya
Sosiologi Info - Apa saja contoh cerpen persahabatan ? Mari simak contoh cerita pendek tentang persahabatan beserta dengan unsur intrinsiknya.
Sebelum membaca contohnya mari simak pengertian singkat mengenai cerpen, berikut penjelasannya di bawah ini.
Sekilas Pengertian Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek berbentuk prosa. Dalam cerpen, suatu segmen kehidupan seorang tokoh tersegmentasi.
Di isi dengan peristiwa-peristiwa yang saling bertentangan, mengharukan atau menarik, dan mengandung kesan-kesan yang tak terlupakan (Kosasih dkk , 2004: 431).
Cerpen atau cerita pendek adalah bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen cenderung pendek, padat, dan to the point.
Contoh Cerpen Persahabatan Beserta Unsur Intrinsiknya
Berikut adalah contohnya, yaitu :
Mei Yang Pilu
Para pemuda dan pemudi yang elok berlibur semester menghabiskan waktunya dengan berbagai kegiatan.
Hingga pada saat sekarang di bulan Mei mereka kembali untuk mengabdi kepada sekolah yang mereka rindukan.
Aku yang tengah memperhatikan gedung sekolah terperanjat kaget ketika salah satu orang yang sangat menjengkelkan bagiku bertandang di dekat diri ini.
Namanya Alden. Ya, dia adalah salah satu teman sekelasku waktu kelas 11. Tapi sekarang apakah aku harus bersama dia lagi setelah dua tahun? Oh Tidak, aku berharap dia jauh dari diriku.
Laki-laki dengan pakaian rapi tengah berdiri disampingku dan mendekat sambil berkata “Hei, udah lama tidak bertemu, ke mana aja liburannya?, ujar lelaki itu.
Sungguh, aku sangat malas berurusan dengan makluk yang satu ini, walaupun dia baik kepadaku entah kenapa ragaku tidak mengabdi untuk berteman dengannya.
Nia!” Seru seorang pria berbadan tegap namun sedikit gemas.
“Berhentilah mengusikku, kau tidak lihat? Aku sibuk!” Tegas gadis itu seraya menyelipkan kacamata miliknya di tengah hidung mungilnya.
“Ravania! Dengarkan aku dulu,” ujar pria itu gemas. Berusaha mengalihkan fokus gadis itu dari buku tebal yang kerap kali menghambat sosialisasinya.
“Kau ini! Cepat, apa yang ingin kau katakan?” jengah Nia“Jadi begini, kau tidak jengah memangnya belajar terus menerus?” Tanya pria itu dengan tatapan lekat.
“Belajar memang hobiku, jadi tak perlu aku merasakan jengah, Alden,”
“Tapi sebaiknya kau harus beristirahat sedikit, jalan-jalan misalnya,”
“Aku sudah sering berjalan, aku masih punya kedua kaki!”
“Astaga, bukan itu maksudku Nia, kau ini terlalu banyak membaca lembaran sialan itu,”
“Jadi apa maksudmu? Dan ya, lembaran sialan ini yang akan mengantarku ke gerbang kesuksesan!”
“Maksudku, cobalah buka dirimu, istirahatkan badan ringkih mu dulu itu, sudah terlalu banyak peluh yang kau keluarkan dua tahun belakangan ini,”
“Aku tidak tau, aku nyaman dengan diriku sekarang, aku sudah lebih dari cukup dengan memilikimu sebagai teman”.
“Kau harus menurutiku kali ini!” Tegas Alden jengah. Ia tak mau Nia selalu bergantung pada dirinya, karena suatu saat nanti, mereka akan dipaksa oleh kondisi untuk mengukir kisah masing-masing.
“Kenapa kau begitu memaksa? Kenapa kau baru bersuara sekarang?”
“Karena kau ini keras kepala! Kita tak bisa selamanya berteman, atau bersama! Suatu saat kita akan berpisah untuk meneruskan jalan hidup masing-masing,” tutur Alden dengan sorot mata yang melembut.
“Kau ingin berpisah dariku memangnya?”
Ya, bukan begitu maksudku Nia,”
“Aku paham,” ujarnya lesu.
“Maka dari itu, aku akan membantumu!”
“Jika aku tidak bisa, bagaimana?”
“Kita lihat saja nanti, aku yakin, kau berhasil Nia, kau gadis remaja yang spesial,” ujar pria itu dengan senyuman manis serta lesung pipit yang membuat siapa saja terlena akan pemandangan itu.
“Kau menggodaku? Maaf-maaf saja, aku berniat membuka diri, tapi tidak dengan hati,” gurau gadis itu yang dibalas dengan tatapan datar Alden.
Kau tau? Kekehan geli si gadis gula Jawa itu ialah sandiwara dalam kegugupan.
Tak usah kau tanya sejak kapan, kenyamanan dan perhatian yang diberikan pria itu membuat logika Nia semakin tak berdaya, detak dari inti hidupnya yang beradu kencang.
Namun, ambisi serta tekad dijadikan Nia sebagai pelampiasan akan rasa dungu yang mulai muncul itu.
Berharap agar tak jatuh terlalu dalam, mencaci akan bilur yang mungkin lambat laun mengetuk pintu Nia untuk singgah, lalu menetap enggan enyah. Ia hanya takut.
Tepat di sebuah kantin yang ramai yang dipelopori orang-orang untuk mengisi area tengah perut mereka saling berdesakan untuk memenuhi keinginan perut mereka.
Di sisi meja sebelah kanan ada Alden bersama gadis ,ya gadis! Tapi tunggu, itu bukan temannya tapi siapa dia? Sungguh gadis itu semakin penasaran.
“Hei, Kenapa kau berada disini bersama perempuan ini”?, Jengah Nia. Nia! Jaga ucapanmu , ini calon pacarku, ujar Alden. Seketika lutut ku lemas mendengar ucapan Alden itu, apakah dia semudah itu melupakan aku? Meskipun aku sering benci sama dia, tetapi Aku tak mau jika mereka mendekati sahabatku yang satu ini. Oke, mari berbicara dengan pelan.
“Oh, ini pacarmu? Sejak kapan kau dekat dengan dia? Semudah itukah kau melupakanku sehingga tidak bercerita mengenai hal ini?, Nia berusaha menahan emosi yang siap untuk dikobarkan saat ini.
Gadis dengan kuncir kuda yang duduk di samping Hendra tadi mulai berucap dengan gaya sombongnya. “Memangnya kau siapa? Dengan ekspresi yang tak bisa digambarkan dengan apa pun. “Kau hanya sahabatnya, bukan pacarnya, jadi tak usah membual dengan kata-kata pedasmu yang tak bermutu itu! Ujar perempuan yang bernama Arin tersebut, sungguh akan terjadi baku hantam disini.
Dengan wajah yang lesu, Nia menjawab dengan nada yang tak kalah sinis.
Hei, aku tau kau pacarnya! Aku hanya bertanya kepada sahabatku, bukan kau! Telak, emosi Nia sudah berada di ubun-ubun.
Apa lagi Nia? Tidak cukupkah apa yang kau lakukan tadi? Aku menahan diri sedari tadi agar tak membentakmu, namun kau bertingkah diluar kendali,”
“Kau tak merasakan saat merasa tersaingi, karena kau tak secerdas diriku!” Nia melafalkan alasan palsu yang justru mendorong Alden lebih jauh untuk digapai. Ia baru saja menjatuhkan harga diri Alden. Nia tersentak saat menyadari ucapannya terlalu kasar, ia melirik puluhan tatapan miris yang ditujukan padanya.
“Inilah mengapa aku tak berani mengungkapkannya,” gumam Alden pelan. Tatapannya sendu bukan main, lebih tepatnya, kecewa. Pria berbadan tegap itu menarik pelan Arin, dan berbalik meninggalkan Nia yang tengah terpaku akan raut Alden tadi. Dirinya sudah keterlaluan, ya?
Nia menyeka bulir cairan di dahinya, berdegup keras inti dari kehidupannya. Dengan segenap tekad, lengan Nia terangkat menekan bel, yang di mana memunculkan batang hidung atma yang dinantinya, Alden. Ya, dia pergi ke rumah Alden sore harinya.
“Kenapa kau kesini?” Alden bersikap datar, dan itu sukses membuat Nia bergetar menahan tangis.
“Aku ingin bicara denganmu,” jawab Nia dengan susah payah.
“Apa lagi, Nia? Tidakkah cukup tadi?”
“Kumohon, sebentar saja,”
“Baiklah, ibuku ada tamu, kau masuklah,”
Perlahan Nia menginjakkan kakinya ke dalam rumah pria yang ia dambakan dalam diam kemudian mendaratkan bokongnya di sofa monokrom.
“Alden, siapa?” Gadis beriris coklat yang ia permalukan tadi, kini berdiri di hadapannya dengan tatapan benci. “Ada urusan apa kau?” Lanjutnya.
“Aku ingin meminta maaf pada Alden dan juga kamu Arin,” jujur Nia dengan tangan yang mengepal serta raut terluka. Sementara Arin tersenyum kecut.
“Aku sudah memaafkanmu Nia, selalu begitu,” gumam Alden lembut, ia menatap Nia sayu. “Tapi aku tak semudah itu! Kau mempermalukan aku dengan bernafsu!” celetuk Arin geram.
“Arin, sudah, jangan seperti itu, Nia hanya tersulut emosi, memang perkataan Nia tak bisa terkontrol saat ia merasa tersaingi, sudah banyak korban darinya, ia memang singa betina,” kekeh Alden geli, ia menatap Nia yang wajahnya kini memerah.
Siapa sangka ternyata Arin ini adalah Calon Istri dari Alden, dari mana Nia tau? Ya! Dari ucapan ibu Alden yang mengatakan bahwa selepas SMA mereka akan menikah dan tinggal di luar negeri.
Hari berganti hari, Aku dan Alden kembali baik sebagai sepasang sahabat. Kami tetap bermain bersama. Meskipun, tidak sedekat dulu, Aku menyadari hal itu bukanlah kesalahan Alden.
Inilah akhir dari rasa yang terkikis ambisi. Yang tak layak dipertontonkan, yang di mana pujangga diujung jingga terkekeh melihat semua pertikaian muda-mudi atas skenario semesta.
Berlalu begitu saja, tanpa perasaan yang diungkapkan barang satu kata pun, lelucon yang payah bukan?
Memang, awalnya aku mengira kenangan aku bersama Alden harus dilupakan, maka aku mampu melanjutkan semua ambisiku.
Namun, sisi jiwaku yang asing bergejolak, menahan, dan memaksaku untuk tak menghempas begitu saja. Membuatku tersadar bahwa kenangan itu terlalu berharga untuk dienyahkan, biarlah begitu saja
Hingga suatu saat, aku menyadari hal itu.
Untuk Alden, aku sangat bahagia mampu meracik memori manis denganmu, walaupun aku tau kau kerap kali kecewa atas sikapku.
Kini, aku belajar bagaimana cara mencintai dan berambisi dengan benar di waktu yang berbeda. Walaupun rasa milikku belum terucap, aku berharap kau mampu menyadarinya lewat tatapanku.
Terima kasih, kau mengajarkan sesuatu yang berarti untukku, bahwa ketika dimensi berdialog, semua jiwa tak mampu menyelanya.
Oh iya, Mei kali ini penuh tabir pilu, bukan?
Unsur Intrinsik
Berikut unsur intrinsik cerpen diatas, yaitu :
1. Tema: Persahabatan.
2. Alur/Plot: Maju.
3. Setting: Sekolah, dan Rumah Alden
4. Tokoh: Ravania, Alden, Arin, Hendra
5. Watak: Nia (Judes, baik), Alden (Baik, Penyayang), Arin (Sombong).
6. Sudut Pandang: Sudut pandang orang pertama
7. Amanat: Dalam menjalin pertemanan harus baik dalam berucap dan jika ada masalah hendaknya diselesaikan dengan baik juga
Demikian pembahasan tentang topik Contoh Cerpen Persahabatan Beserta Unsur Intrinsiknya. semoga bermanfaat ya adik adik.
Penulis: Suci Kurnia Putri
Sumber Referensi
Kosasih. 2004. Teori Pengkajian Sastra. Bandung: Titian Ilmu.