Teori Sosiologi Talcott Parsons AGIL, Contoh Fenomena Sosialnya
Sosiologi Info – Sobat semua pasti sudah tidak asing dengan teori sosiologi AGIL yang digagas oleh Talcott Parsons, beserta contoh fenomena sosialnya di masyarakat.
Secara singkat teori sosiologi AGIL mencoba menjelaskan bagaimana keterkaitan antara satu sistem dengan sistem lain. Parson juga dikenal sebagai tokoh dengan teori struktural fungsionalnya.
Dimulai dari institusi keluarga, ekonomi, pendidikan, budaya, agama dan lain-lain. Untuk selengkapnya sobat Sosiologi Info bisa simak terus artikel dibawah ini.
Memahami Teori Sosiologi AGIL Talcott Parsons dengan Mudah
Pernah membaca teori sosiologi tokoh Talcott Parsons ? Nah kalau belum mari kita sama sama menyimak penjelasan cerita dibawah ini ya. Tentang Dinda.
Dinda merupakan seorang mahasiswi yang terkenal cerdas di kampusnya. Dia merupakan seorang aktivis.
Sering memenangkan berbagai perlombaan yang diadakan oleh ebrbagai organisasi di kampusnya, dan IPK-nya setiap semester selalu naik.
Namun, suatu ketika seorang teman menyadari bahwa IP di semesternya menurun terus-terusan, dia juga tidak lagi terlibat berbagai aktivitas yang diadakan oleh organisasinya.
Dan tidak lagi mengikuti berbagai perlombaan yang diadakan oleh berbagai organisasi di kampus.
Teman-temannya banyak yang bertanya, apakah dia mengalami suatu permasalahan? Namun dia hanya diam saja dan selalu menjawab “aku baik-baik saja kok, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”
Mendengar jawaban dari Dinda, teman-temannya menjadi tidak terlalu memdulikan yang terjadi ketika saat itu.
Namun, seiring berjalannya waktu Dinda tak lagi mampu memperbaiki kinerjanya di kampus.
Dia tidak lagi mempunyai waktu untuk beroganisasi dan mengikuti berbagai macam perlombaan yang ada di kampusnya.
Melihat hal yang semakin aneh, seorang temannya pun memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. “orang tuaku baru saja bercerai” jawabnya.
“Semenjak kejadian itu aku tidak lagi mempunyai cukup biaya untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari dan aku harus bekerja paruh waktu.
Untuk membayar UKT agar bisa melanjutkan kuliah. Makan hanya sehari sekali serta tidak punya cukup waktu untuk belajar.
Hal ini lah yang menyebabkan IPK ku turun. Aku juga tidak focus berkuliah, juga tidak dapat mengikuti kegiatan di organisasi.
Tapi, saku harap kamu simpan cerita ini untuk kamu saja ya. Jangan beri tahu kepada orang lain”.
Setelah mendengar kabar dari seorang sahabat yang kondisinya tidak baik-baik saja.
Tentunya kita hanya dapat membantu memberikan dukungan moril dari luar saja serta menjadi tempat baginya untuk berkeluh kesah.
Beberapa rekan serta sahabat yang telah mengetahui kondisi Dinda berinisiatif untuk membantu Dinda agar kinerjanya bisa kembali seperti semula.
Mereka memberikan bantuan berupa sumbangan dana dan membeli dagangan dari usahanya demi dia bisa melanjutkan pendidikannya.
Seiring berjalannya waktu, kondisi psikologis dan materil Dinda mulai membaik dan IPK-nya juga kembali membaik.
Pada akhirnya Dinda dapat menamatkan kuliahnya dengan tepat waktu berkat bantuan para sahabatnya.
Sejak saat itu teman-temannya mengajarkan bagaimana budaya gotong royong yang telah mandarah daging dalam masyarakat harus terus dilestarikan.
Dimana pun, kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun.
Ilustrasi tersebut menggambarkan bagaimana sistem keluarga yang ada pada individu dapat memengaruhi kehidupan sosial individu.
Kita juga sering melihat bahwa bagaimana hal-hal yang terjadi dalam kehidupan pribadi individu dapat memengaruhi kehidupannya di ranah publik.
Demikian juga sebaliknya, menurut Talcott Parsons setiap hal saling terkait satu sama lain dimulai dari institusi keluarga, ekonomi, pendidikan, agama, budaya, dan sebagainya.
Parsons merupakan seorang sosiolog yang mencoba menjelaskan bahwa kterkaitan antar berbagai fenomena yang menggambarkan kehidupan bermasyarakat dapat digambarkan seperti sebuah kesatuan tubuh.
Teori Sosiologi AGIL (Adaptation, Goal-Attainment, Integration, Latency)
Sistem sosial yang digagas oleh Parsons dirangkum dalam sebuah akronim “AGIL” yang terdiri dari empat macam institusi sosial.
Berfungsi untuk menyusun sebuah keutuhan sistem sosial dalam kehidupan bermasyarakat antara lain, yaitu :
1. Adaptasi
Adaptasi (adaptation), orientasi politik (institusi politik), integrasi (institusi hukum), dan latensi budaya (institusi pendidikan).
Jika diperhatikan, keempat sistem sosial tersebut diurutkan mulai dari yang bersifat konkret sampai yang abstrak.
Dimulai dari institusi ekonomi hingga institusi pendidikan (Syawaludin, 2014).
Oleh karena itu, menurut Parsons kehidupan dalam bermasyarakat dapat digambarkan melalui fenomena-fenomena konkret.
Yang terjadi dalam perputaran roda ekonomi, contohnya mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang ditekuni, mengonsumsi makanan dan minuman.
Melalui berbagai macam produk yang beredar di pasaran, hingga nilai-nilai budaya abstrak yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat disalurkan melalui institusi pendidikan.
Perubahan perilaku dalam masa new normal, new normal bertujuan untuk mengontrol masyarakat agar dapat memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
Sekaligus bisa memutar roda ekonomi masyarakat agar dapat berjalan kembali setelah masa PPKM (Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
Hal ini juga merupakan implementasi dari empat skema AGIL yang digagas oleh Parsons.
Adaptation merupakan konsep agar masyarakat dapat bertahan dengan berbagai macam perubahan yang terjadi.
Dalam hal ini masyarakat dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan new normal yang sedang diberlakukan.
Seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, melakukan pengecekan suhu tubuh dan melakukan vaksinasi.
2. Goal-attainment
Goal-attainment (pencapaian tujuan) merupakan sebuah sistem yang menjelaskan dan menjalankan fungsi agar tercapainya sebuah tujuan.
Goals merupakan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan skema yang telah dirancang.
PPKM level 4 tempo lalu dirancang oleh pemerintah dengan tujuan menekan laju penyebaran virus Covid-19 varian delta dan percepatan vaksinasi.
Yang sedang diberlakukan bertujuan untuk mencapai herd immunity atau kekebalan individu, serta pemberlakuan new normal.
Yang sedang berlangsung saat ini bertujuan untuk memulihkan kembali roda ekonomi yang sempat terhenti dan memperbaiki.
Kondisi sosial masyarakat yang terdampak kebijakan PPKM Level 4.
3. Integration
Integration (integrasi), dalam hal ini Parsons menjelaskan bagaimana institusi hukum (integration).
Berfungsi untuk membuat sebuah ikatan yang lebih kuat dalam mengatur pola perilaku bermasyarakat.
Dalam konteks new normal seperti sekarang masyarakat dikontrol dalam ototitas (pemerintah) untuk taat kepada aturan protokol kesehatan (prokes).
Seperti: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Apabila masyarakat melanggar maka akan dikenakan hukuman sosial atau hukuman yang bersifat retributif (denda).
4. Latensi
Latensi (Latency) fungsi ini memiliki peranan yang cukup penting untuk mempertahankan sebuah fakta sosial atau otoritas, personalitas atau tipe ideal, dan karakter sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Setelah mencapai target herd immunity dalam capaian vaksinasi atau target new normal, masyarakat diharapkan untuk terus membentuk dan menjaga nilai norma yang baru.
Dan menjaga nilai-nilai yang telah diterapkan sebelumnya. Serta terus berupaya untuk menjaga protokol kesehatan agar terus memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
Tanpa hadirnya institusi pendidikan, individu hanya akan mengikuti sistem secara prosedural, tetapi tidak mengikutinya secara reflektif dalam sebuah ikatan kesadaran bersama.
Sebuah proses pembelajaran perlu diterapkan guna menginternalisasikan dan membahasakan nilai-norma untuk individu maupun kelompok.
Jadi, nilai-norma yang telah dirancang dalam institusi hukum bukan hanya untuk sekedar dipatuhi tetapi juga diingat dan diresapi melalui institusi pendidikan.
Demikianlah pembahasan materi serta ulasan yang dipaparkan mengenai topik Teori Sosiologi Talcott Parsons AGIL dan Contoh Fenomena Sosialnya di masyarakat.
Penulis Artikel : Mαhαsiswα Sosiologi Universitαs Riαu, Hussein Ruslαn Rαfsαnjαni
Referensi Bacaan dari Sosiologi.Info :
Syawaludin, M. (2014). Alasan Talcott Parsons Tentang Pentingnya Pendidikan Kultur. Ijtimaiyya, 7(1), 151–166.