Teori Konflik Menurut Perspektif Lewis A Coser
Konflik juga dapat bersifat positif bagi tatanan suatu masyarakat atau kelompok sosial. Nah, berikut konflik menurut Luwis Coser yang menyebutkan konflik memiliki fungsi yang positif.
Sosiologi Info – Tahukah anda, bahwa konflik yang
terjadi dalam masyarakat/antar kelompok sosial tidak selalu mengarah pada fungsi
yang negatif. Konflik juga dapat bersifat positif bagi tatanan suatu masyarakat
atau kelompok sosial. Nah, berikut konflik menurut Luwis Coser yang menyebutkan
konflik memiliki fungsi yang positif.
Teori konflik menurut perspektif Coser merupakan sebuah sistem sosial yang bersifat
fungsional. Menurut Coser, konflik yang terjadi dalam masyarakat tidak
semata-mata menunjukkan fungsi negatif. Tetapi, konflik dapat pula menimbulkan
dampak yang positifi bagi berlangsungnya tatanan masyarakat.
Bagi Coser,
konflik merupakan salah satu bentuk interaksi dan tidak perlu diingkari
keberadaannya. Coser bemaksud, bahwa konflik tidak harus merusakkan atau
bersifat disfungsional bagi sistem yang bersangkutan. Karena konflik bisa juga
menimbulkan suatu konsekuensi yang bersifat positif.
Coser memberikan
gambaran kepada kita, bahwa konflik sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai
atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan kekuasaan, status, dan sumber-sumber
kekayaan yang persediannya tidak mencukupi.
Selanjutnya,
Coser menyatakan bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara
individu, kumpulan (collectivities) atau individu dengan kumpulan tersebut. Kita
dapat melihat konflik individu dengan individu, masih ingat ketika kita sekolah
di bangku SMA/SMK/MA secara tidak sadar kita sudah menciptakan konflik yang
positif, yaitu dalam tingkatan kompetisi, dalam ajang perlombaan, bersaing
untuk menjadi juara kelas, dan pengalaman konflik positif yang sudah kita
lalui.
Pada konflik
yang bersifat negatif, bisa kita lihat pada hasil akhir dari kompetisi yang
mana hasil tidak sesuai dengan harapan, seperti misalnya tawuran antar
pendukung/suporter bola, debat kusir yang tidak memberikan pembelajaran kepada
kita, serta contoh konflik negatif yang dapat merugikan banyak masyarakat. Oleh
karena itu, sudah semestinya kita menghindari konflik yang bersifat negatif
tersebut.
Konflik itu
merupakan unsur interaksi yang penting dan sama sekali tidak boleh dikatakan
konflik selalu tidak baik atau memecah belah dan merusak. Konflik dapat
berkontribusi banyak kepada kelestarian kelompok dan mempersatukan/mempererat
hubungan antara anggotanya. Seperti menghadapi musuh bersama dapat
mengintegrasikan orang, menghasilkan solidaritas dan keterlibatan, serta
membuat orang lupa akan perselisihan intern mereka sendiri.
Fungsi Positif
Konflik Menurut Lewis Coser. Konflik merupakan cara atau alat untuk
mempertahankan, mempersatukan, dan mempertegas sistem sosial yang ada.
Misalnya, fungsi positif konflik dalam hal yang menyangkut dinamika hubungan
antara in group (kelompok dalam), dengan out group (kelompok luar). Berikut ini
beberapa proposisi yang diutarakan Lewis Coser :
Pertama,
kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam akan bertambah
tinggi apabila tingkat permusuhan atau konflik dengan kelompok luar bertambah
besar.
Kedua,
integritas yang semakin tinggi dari kelompok yang terlibat dalam konflik dapat
membantu memperkuat batasan antara kelompok itu dan kelompok lainnya dalam
lingkungan tersebut, khususnya kelompok yang bermusuhan atau secara potensial dapat menimbulkan
permusuhan.
Ketiga, didalam
kelompok itu ada kemungkinan berkurangnya toleransi akan perpecahan atau
pengotakan, dan semakin tingginya tekanan pada konsensus dan konformitas.
*Konsensus
adalah sebuah frasa untuk menghasilkan atau menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui
secara bersama-sama antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan dan
penelitian yang dilakukan dalam kolektif intelijen untuk mendapatkan konsensus
pengambilan keputusan.
*Konformitas
adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan tingkah
laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. (Sumber :
id.wikipedia.org)
Keempat,
para penyimpang dalam kelompok itu tidak lagi ditoleransi, kalau mereka tidak
dapat dibujuk masuk ke jalan yang benar, mereka mungkin akan diusir atau
dimasukan dalam pengawasan yang ketat.
Kelima,
sebaliknya apabila kelompok itu tidak terancam konflik dengan kelompok luar
yang bermusuhan, tekanan yang kuat pada kekompakkan, konformitas, dan komitmen
terhadap kelompok itu mungkin berkurang.
Ketidaksepakatan internal mungkin
dapat muncul kepermukaan dan dibicarakan, dan para penyimpang mungkin lebih
ditoleransi. Umumnya, individu akan memperoleh ruang gerak yang lebih besar
untuk mengejar kepentingan pribadinya.
Menurut
Coser, fungsi konflik eksternal dapat juga untuk memperkuat kekompakkan
internal dan meningkatkan moral kelompok, sehingga kelompok-kelompok dapat
memancing antoganisme dengan kelompok luar atau menciptakan musuh dengan orang
luar agar mempertahankan atau meningkatkan solidaritas internal.
Ketegangan
yang terjadi dalam suatu kelompok akibat adanya gesekan-gesekan yang membuat
konflik itu terjadi. Untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan konflik
yang terjadi, Lewis Coser mempunyai cara atau mekanisme untuk dapat meredakan
atau menyelesaikan suatu konflik tersebut.
Mekanisme
yang Coser sebutkan yaitu dinamakan dengan safety valve atau sebutan lainnya
katup pengaman. Coser mengakui bahwa konflik dapat membahayakan persatuan. Oleh
karena itulah, perlu adanya cara penyelesain, yang mana itu disebut Coser
sebagai katup pengaman/safety valve.
Bagi
Coser, katup pengaman ini merupakan sebagai institusi (safety valve
institution). Dalam tatanan elemen masyarakat yang luas, akan kita temukan
banyaknya kepentingan-kepentingan sosial yang mungkin saja tidak bisa dipenuhi
dengan cepat. Perlu adanya lembaga atau institusi yang menjadi katup pengaman
dari kepentingan tersebut, sehingga tidak akan terjadi konflik dalam
masyarakat.
Mari
kita lihat pada institusi atau lembaga legislatif yang mana terdiri dari
perwakilan rakyat, seperti DPR RI di Indonesia. Adanya lembaga ini adalah
sebagai penyelamat atau sebagai katup pengaman akan terjadinya konflik yang
tinggi. Pasalnya setiap daerah sudah mempunyai perwakilan dalam ranah
penyampain kebutuhan sosial masyarakat setiap daerahnya.
Perihal
pelaksanaannya dilapangan, tegantung bagaimana masyarakat merespon dan para
wakil memberikan apa yang menjadi hak konstituennya. Dengan demikian konflik
yang besar tidak perlu terjadi, karena sudah ada wadah untuk menyampaikan
aspirasi.
Selain
itu, menurut Coser, katup pengaman juga tidak mesti pada institusi, bisa juga
katup pengaman berdasarkan tindakan-tindakan atau kebiasaan-kebiasaan yang
dapat mengurangi ketegangan, karena
konflik tidak dapat tersalurkan.
Misalnya,
melalui lelucon yang diselipkan dalam situasi tegang, yang mana dapat
mengurangi atau menghilangkan ketegangan saat itu, sekalipun sebenarnya lelucon
itu sendiri boleh jadi tetap mengandung nilai-nilai kritik.
Pendapat
coser mengenai konflik yang mana konflik itu bersifat fungsional (baik) dan
atau bersifat disfungsional (buruk) bagi hubungan-hubungan dan struktur yang
tidak terangkum dalam sistem sosial sebagai suatu keseluruhan. Perhatian Coser
memang lebih kepada fungsional suatu konflik, Coser tidak melihatnya sebagai
disfungsionalnya.
Coser
mendifiniskan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan
pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan-kekuasaan dan
sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan, dieliminasi
saingan-saingannya.
Pandangan
Coser dengan konflik fungsionalnya menyatakan bahwa konflik dapat mengubah
bentuk interaksi, sedangkan ungkapan perasaan permusuhan tidaklah demikian.
Oleh karena itu, konflik yang terjadi dalam masyarakat, baik secara individu
dengan individu, atau kelompok dengan kelompok, serta individu dengan kelompok
merupakan salah satu cara dalam mempersatukan elemen masyarakat.
Pasalnya
konflik yang terjadi tidaklah selalu bersifat negatif, melainkan konflik juga
bersifat positif dalam hal mempersatukan berbagai kepentingan sosial
didalamnya.
Sumber
Refrensi :
Buku
Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma oleh PROF DR IB WIRAWAN
Sumber foto : dok.internet